Taufik Menyerang, Kemenpora Bertahan



Taufik Hidayat menyerang telak Kemenpora. Mantan atlet nasional ini menyebut banyak ‘tikus’ di lembaga itu. Pihak Kementerian menyerang balik Taufik sembari setengah mengancam.

 Kemunculan nama mantan atlet dan pesohor bulutangkis dunia Taufik Hidayat dalam kasus suap Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebenarnya bukan hal baru. Ia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Agustus 2019, tidak lama setelah politisi PKB itu ditangkap. 

 Posisi Taufik kala itu memang sangat strategis. Ia merupakan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), yang diduga jaksa menjadi bagian dari gratifikasi senilai Rp8,6 miliar kepada Imam Nahrawi. Gratifikasi itu diterima Imam lewat banyak tangan.

 Pada Januari 2018, Imam meminta sejumlah uang kepada Direktur Perencanaan dan Anggaran Satlak Prima Tommy Suhartanto. Ia lantas memerintahkan Edward Taufan Pandjaitan, Manajer Pencairan Anggaran, untuk menyiapkan Rp1 miliar. Asisten Direktur Keuangan Reiki Mamesah pun menyediakan uang itu dan menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat. 

 Di sinilah peran ‘si raja backhand’. Ia menjadi kurir yang membawa uang tersebut kepada Miftahul Ulum, asisten pribadi Imam Nahrawi. Taufik tak menampik perannya itu. Ia mengaku menyerahkan uang Rp1 miliar tanpa tahu duduk perkaranya. 

 Menariknya, Taufik lantas menyerang Kemenpora. Saat menjadi tamu di kanal Youtube milik Deddy Corbuzier, peraih emas Olimpiade Athena ini menyebut korupsi di lembaga itu tidak hanya dilakukan setingkat menteri, tetapi juga pegawai biasa.

 “Sekarang gini deh, ada atlet 500. Kita dipelatnasin di hotel. Harga, let's say per atlet jatahnya Rp 500.000. Kalau kita masukin orang banyak ke hotel itu kan, suka dapat diskon," ujarnya.

 Selisih itulah yang diambil oleh para pegawai negeri tersebut. “Itu harus setengah gedung dibongkar, tikusnya banyak banget,” tambah Taufik mengacu pada instansi Kemenpora. 

 Pihak yang diserang tentu saja gusar. Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto menyayangkan Pernyataan Taufik tersebut. Kendati tidak akan melakukan gugatan hukum, Gatot meminta Taufik lebih bijak dengan ucapannya.

 “Kemudian kalau disebut bahwa dia selalu bersih, dia harus ingat, biar nantilah waktu yang akan membuktikan benar atau tidak omongan dia," tegas Gatot seperti dilansir dari Kompas.com. 

 Deretan skandal Gatot boleh saja membela diri. Namun faktanya, instansi yang menaungi bidang olahraga seperti Kemenpora memang punya rekam jejak yang buruk soal tindak pidana korupsi. Sejak era Susilo Bambang Yudhoyono, setidaknya sudah ada empat kasus besar yang terjadi. Mullai dari proyek Wisma Atlet, Proyek Hambalang, proyek PON Riau serta kasus hibah dana KONI yang menyeret Menpora Imam Nahrawi. 

 Imam juga bukan menteri pertama yang tersangkut. Dalam proyek Hambalang, ada Andi Mallarangeng yang terlibat. Hambalang juga jadi salah satu kasus korupsi terbesar di Tanah Air, dengan nilai kasus Rp706 miliar.

 Mengapa proyek olahraga rentan jadi bancakan koruptor? Ahli hukum tata negara Saldi Isra menuturkan tindakan ini lebih banyak disebabkan oleh perilaku aji mumpung. Acara olahraga sangat potensial jadi lahan subur korupsi. “Selain kucuran dana yang besar, acara olahraga berskala nasional (apalagi internasional) akan mendatangkan sumber dana dari pihak ketiga,” terang Saldi lewat opininya di Harian Kompas.

 Apa yang dituturkan Saldi bukan isapan jempol. Sejumlah pesta olahraga dengan anggaran jumbo justru jadi lahan korupsi. Di Riau, korupsi senilai Rp31 miliar saat Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 menyeret Gubernur Rusli Zainal. Korupsi PON juga terjadi di Palembang (2004) dan Samarinda (2014). 

 Faktanya, lahan subur korupsi juga terjadi di banyak daerah. Di Sulawesi Selatan, dugaan korupsi dana hibah menyangkut Komite Olahraga Nasional (KONI) senilai Rp2,7 miliar. Sementara di Garut, pembangunan Gelanggang Olahraga (GOR) Ciateul membuat Kuswendi, Kadispora setempat, jadi tersangka kasus korupsi.

 Catatan Indonesian Corruption Watch, ada 69 kasus korupsi di bidang olahraga pada periode 2010-2017 dengan total kerugian negara Rp854 miliar. “Uang itu kalau kita pakai bangun lapangan maka kita akan punya tambahan 429 lapangan basket atau 172 stadion sepak bola,” ujar Koordinator Divisi Kampanye ICW Siti Juliantari.

 Modus yang paling umum adalah penggelapan anggaran, penggelembungan harga, penyalahgunaan anggaran, penyunatan dana. Modus lainnya tentu saja kasus suap dan proyek fiktif. 

 Korupsi bidang olahraga nampaknya berbanding lurus dengan prestasi atlet. Pada ajang SEA Games 2017 misalnya, kontingen Indonesia hanya menempati posisi ke-5. Sementara tim sepak bola kita, peringkatnya di FIFA terus merosot hingga menempati posisi ke-171 pada Oktober 2019. Bahkan di tingkat regional, timnas yang dulu ditakuti kini hanya berada di posisi ke-7. Apa yang diungkapkan Taufik Hidayat tentu masih harus diselidiki lebih lanjut. Namun, sikap defensif yang ditunjukkan pihak Kemenpora justru patut dipertanyakan. “Bila kasus ini tidak tuntas sampai ke akar-akarnya, kita harus siap untuk mengubah moto ‘memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat’ jadi ‘mengolahragakan korupsi dan mengorupsi olahraga’,” tegas Saldi Isra.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال