Harga Minyak Dunia Runtuh, Harga BBM Belum Turun

Illustrasi: Herra Frimawati


Pasar minyak dunia mengalami penurunan drastis sejak pandemi COVID-19. Pada awal tahun ini, harga minyak telah turun lebih dari 80%, atau $ 50 per barel, akibat dampak virus corona dan perjanjian awal bersama OPEC+. Kondisi yang tidak jelas kapan pandemi ini akan berakhir membuat produsen minyak di seluruh dunia terus mengalami kerugian. Mereka terus memompa minyak dan pada saat yang sama harus menanggung biaya penyimpanan.


Penurunan harga kali ini merupakan penurunan minyak terbesar selama dua dekade ini. Hal ini disebabkan karena stok yang melimpah namun permintaan yang turun diakibatkan pandemi COVID-19. Hal ini bisa mengancam seluruh dekade pertumbuhan permintaan minyak mentah, memangkas ribuan pekerjaan dan memusnahkan ratusan miliar dolar nilai perusahaan yang bergantung pada minyak dunia.

Pandemi COVID-19 menyebabkan aktivitas manusia terhenti. Hal ini berdampak pada pengurangan produksi minyak pada manusia sehingga stok minyak menumpuk dengan kecepatan yang lebih besar dari biasanya. Kecepatan penumpukan minyak tersebut akan membuat penyimpanan akan penuh dalam waktu yang tidak lama lagi.

Para analisis melihat anjloknya harga minyak dunia akan terus berlanjut selama pandemi terjadi. Pembatasan kegiatan di luar rumah, isolasi, dan karantina membuat konsumsi minyak berkurang drastis. Distribusi minyak tersendan dan membuat perusahaan minyak terpaksa menimbun minyak di tempat-tempat yang lebih mahal termasuk di kapal.

Ryan Fitzmaurice, seorang Ahli Strategi Energi dan Rabobank dikutip dari CNN Bussiness (20/4) mengatakan bahwa pasar harus menemukan rumah untuk minyak ini, ada usul agar pemerintah harus memberi insentif kepada perusahaan untuk mencari penyimpanan alternatif bagi minyak mentah tersebut.  Jatuhnya harga minyak membuat tekanan di seluruh industri. Perusahaan minyak memangkas 13 persen armada pengeborannya di tengah krisis akibat COVID-19.

Meski harga minyak anjlok ternyata di Indonesia harga BBM belum turun. Harga BBM masih normal seperti biasanya yaitu Pertalite Rp 7.600, Pertamax Rp 9.000, Pertamax Turbo Rp 9.850, Dexlite Rp 9.500, dan Pertamina Dex Rp 10.200. sedangkan di negara tetangga Malaysia BBM diesel mengalami penurunan sebesar 3 sen per liternya, walaupun harga bensin tidak mengalami penurunan.

Banyak pihak mendorong Badan Usaha Milik Negara, Pertamina untuk segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di pasaran saat ini. Komisi DPR meminta kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengevaluasi harga BBM secepatnya melihat kondisi daya beli masyarakat di tengah wabah COVID-19. 

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Energi dan Sumber Saya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa pihaknya masih memantau perkembangan situasi energi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.

Sementara itu bulan ini telah diadakan perundingan OPEC+ terkait produksi minyak dunia di tengah COVID-19. Mereka telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada bulan Mei dan Juni 2020. Tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang lagi.

Hasil perundingan tersebut masih belum bisa memberikan perubahan pada harga minyak karena permintaan yang menurun akibat kebijakan lockdown. Melemahnya perekonomian global juga menjadi salah satu penyebabnya.

“Terkait harga BBM, saat ini Pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi terkait perkembangan harga minyak termasuk OPEC+ mulai bulan depan”, ungkap Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik Kerjasama Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (20/4).Agung menambahkan bahwa saat ini, harga BBM di Indonesia merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara.

Bukannya tidak mau menurunkan harga BBM, tetapi pihak Pertamina tidak bisa menurunkannya.

Sofyano Zaharia, seorang Pengamat Energi pernah mengatakan pada Senin (6/4) di Jakarta, bahwa Indonesia merupakan negara yang pengadaan minyaknya dilakukan secara berkala, dengan alur yang seperti itu BBM yang ada saat ini adalah BBM yang sudah dibeli sejak 2 atau 3 bulan yang lalu. “Jika dipaksa turun, maka akan membuat rugi Pertamina sebagai badan yang diandalkan negeri ini dalam penyediaan BBM ,” katanya.


Tulisan ini sudah tayang di Haluan.co

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال